Macam -Macam Metode Pengendalian Vektor DBD
Kondisi
lingkungan fisik sangat mempengaruhi penyebaran nyamuk Ae. Aegypti di sekitar kita. Selain itu juga lingkungan biologik serta perilaku masyarakat yang masih . Kondisi lingkungan biologi meliputi
tingkat kelembapan,
intensitas cahaya yang rendah, banyaknya naungan seperti pepohonan, adanya predator merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan spesies ini. Kondisi
lingkungan fisik seperti letak dan karakteristik rumah, jenis kontainer atau
tempat penampungan air, warna dinding rumah dan pengaturan perabotan di dalam
rumah berpengaruh
pada populasi nyamuk Ae. Aegypti. Perilaku
masyarakat juga berpengaruh besar karena perilaku masyarakat dapat memberikan daya dukung
lingkungan bagi perkembangan nyamuk. Kebiasaan hidup menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan seperti 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup tempat
penampungan air) sebagai upaya mencegah terjadinya wabah DBD. Kebiasaan
menggantung baju di rumah dan aktivitas masyarakat yang memberikan akibat naiknya
daya dukung lingkungan terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti. Tinggi rendahnya populasi
nyamuk Ae.aegypti L. berpengaruh pada kejadian kasus DBD (Sugito, 1989).
Sanitasi
lingkungan dan pemukiman juga memberikan dukungan terhadap
terjadinya kasus DBD. Vektor DBD nyamuk Ae.
aegypti L. membutuhkan tempat
hidup yang sesuai dengan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang biak. Kondisi lingkungan dan pemukiman masyarakat yang tidak bersih dan sehat dapat
memberikan daya dukung lingkungan
yang tinggi terhadap perkembangan nyamuk Ae.
aegypti L. Selain dari itu
mobilitas dan aktivitas masyarakat dapat mempengaruhi juga tingkat kejadian DBD di suatu daerah. Menurut
Widyastuti (2004) faktor faktor yang menyebabkan terjadinya kasus DBD
adalah Bertambahnya jumlah penduduk, Urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali, Manajemen sampah dan
penyediaan air bersih yang tidak adekuat, Peningkatan dan penyebaran
vektor nyamuk, Kurang efektifnya pengendalian nyamuk, serta Memburuknya
infrastruktur di bidang kesehatan masyarakat
Penyakit ini
ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti L.dan
Aedes albopictus tetapi yang menjadi vektor utamanya adalah Ae. aegypti L. Sampai saat ini penyakit ini belum ada vaksin dan obat yang dapat mencegah terjadinya penularan. Menurut
Depkes (2004), cara memberantas
vektor penyakit demam berdarah yang paling tepat adalah dengan pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan sanitasi lingkungan yang dapat diterapkan di masyarakat adalah dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk, perbaikan penyediaan
air bersih, perbaikan pengelolaan sampah padat, perubahan tempat perkembangbiakan buatan manusia dan
perbaikan desain rumah. Hal ini dapat menurunkan daya dukung lingkungan (carrying capasity) terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor utama penyakit demam
berdarah dengue. Pemberantasan vektor DBD dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu :
Pengelolaan
lingkungan : Pengelolaan lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangan vektor sehingga kontak manusia dengan vektor
berkurang. Upaya pengelolaan lingkungan yang dapat diterapkan dalam rangka
mengendalikan populasi Ae. aegypti adalah :
Modifikasi lingkungan : Menurut
Kusnoputranto (2000), modifikasi lingkungan adalah suatu transformasi fisik permanen (jangka panjang)
terhadap tanah, air dan tumbuhtumbuhan
untuk mencegah/menurunkan habitat jentik tanpa mengakibatkan kerugian bagi manusia. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan untuk modifikasi lingkungan
antara lain : perbaikan persediaan air bersih, tanki air atau reservoar di atas atau di bawah tanah dibuat anti nyamuk dan
pengubahan fisik habitat jentik yang tahan lama (WHO, 2001).
Manipulasi lingkungan : Menurut Kusnoputranto (2000), manipulasi lingkungan adalah suatu pengkondisian
sementara yang tidak menguntungkan atau tidak cocok sebagai tempat
berkembangbiak vektor penular penyakit. Beberapa usaha yang
memungkinkan dapat dilakukan antara lain antara lain pemusnahan tempat
perkembangbiakan vector, misalnya dengan 3 M plus.
Perubahan habitat atau perilaku manusia : Upaya untuk mengurangi kontak
antara manusia dengan vektor, misalnya pemakaian obat nyamuk bakar, penolak serangga dan
penggunaan kelambu (WHO, 2001).
Pengendalian biologis : Antara lain dengan
menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang) dan penggunaan bakteri endotoxin
seperti Bacillus thuringiensis dan Bacillus sphaericus.
Pengendalian dengan
bahan kimia : Antara lain dengan cara pengasapan (fogging) menggunakan
malathion sebagai upaya pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dan pemberantasan terhadap jentik
dengan memberikan bubuk abate (abatisasi) yang biasa digunakan yakni temephos
(Depkes, 2004).