Pages

Blog Khusus Sanitarian Community

Blog ini berisi beberapa hal penting terkait standard operating prosedur sanitarian, seperti inspeksi sanitasi, tutorial kesehatan lingkungan, dan tips lainnya. Anda dapat klik langsung pada link diatas slider ini, atau anda dapat berkunjung di inspeksisanitasi.blogspot.com

Public Health Community

Blog ini berisi berbagai hal terkait tutorial, tips, dan informasi kesehatan masyarakat. Beberapa hal ditulis meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan, masalah gizi masyarakat, serta pencegahan penyakit menular. Berbagai tulisan ini dapat anda akses pada link diatas, atau anda dapat berkunjung langsung di helpingpeoleideaas.com/publichealth.

Blog Tutorial Diets Sehat

Blog ini berisi tips terbaru cara menurunkan berat badan yang sehat. berbagai tips dan tutorial antara lain melalui pengaturan makanan, exercise, vegetarian, dan cara lainnya. Anda dapat berkunjung ke web khusus cara diet ini dengan klik pada lingk di atas atau di loseweight-diets.com.

Feature Blog

Merupakan catatan abyektif terkait masalah dan berita terkini yang layak dijadikan acuan untuk menambah obyektifitas kita.

Check List dan SOP

Anda bisa mendapatkan berbagai check list dan sop inspeksi sanitasi dan pengukuran lainnya dengan standard Depkes dan WHO, anda dapat klik di link diatas slider ini.

Photobucket
Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Kesehatan Lingkungan. Show all posts

Saturday, January 17, 2015

Soil Transmitted Helminth


Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH) merupakan infeksi terbanyak di antara infeksi parasit lain. Golongan cacing yang penting dan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang yaitu Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.

Ascaris lumbricoides adalah spesies cacing yang termasuk ke dalam phylum Nematoda, kelas Phasmidia, ordo Rabditida, subordo Oxyurata, famili Ascaridea dan genus Ascaris. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-3 5 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi (lihat Gambar 4). Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.

Ascaris Lumbricoides
Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di dalam usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakhea melalui bronkhiolus.

Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam eosofagus, lalu menuju ke usus halus, di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan dan dapat hidup selama 12 – 18 bulan.

Gangguan yang disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan atau malabsorbtion. Keadaan yang serius bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus atau ileus obstructive.

Usaha pencegahan dan pemberantasan infeksi Ascaris lumbricoides sebaiknya dilakukan secara terpadu, yaitu meliputi pengobatan masal untuk memutus siklus hidup cacing, perbaikan sanitasi lingkungan, perbaikan gizi, dan penyuluhan kesehatan.

Article Source:
  • Hadiwartomo, 1994. Seminar Tentang Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Cacing. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  • Rukmono, B. 1980. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah dan Pembrantasanya.
  • Gandahusada, S, Ilahude, H.H.D, Pribadi, W. 2006. Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Thursday, March 21, 2013

Penularan Penyakit Diare

Pengertian, Penyebab, Cara Penularan dan Epidemiologi Diare

Beberapa Pengertian Penyakti Diare, antara lain :
  1. Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Ditjen P2PL Depkes RI 2007, diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya/biasannya 3 kali atau lebih dalam sehari.
  2. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasannya lebih dari 200 ml/24 jam (Zein et al., 2004).
  3. Menurut definisi Digest (2006), memakai diare dengan kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset gejalannya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah infeksi diare. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit.
  4. Depkes RI (2000) membagi diare menjadi 4 yaitu: a. diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare; b. disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya, akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kenungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa; c. diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare presisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme; dan d. diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare (diare akut dan diare presisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti : demam, gangguan gizi atau penyakit lain.
Penyebab diare
Diare dapat disebabkan oleh agen biologi maupun agen non biologi. Agen biologi seperti bakteri, virus dan parasit (cacing, protozoa). Agen non biologi misalnya keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri atau bahan kimia, immunodefisiensi, alergi dan malabsorbsi. Diare yang disebabkan oleh agen non biologi merupakan diare yang bersifat tidak menular. Diare yang disebabkan oleh agen biologi adalah diare yang dapat menular tetapi dapat dicegah dengan memutus rantai penularannya.

Penularan Diare
Penularan secara langsung

Penyakti diare dapat ditularkan oleh kuman, dari orang satu ke orang lain secara langsung melalui fecal-oral dengan media penularan utama adalah makanan atau minuman yang terkontaminasi agen penyebab diare (Suharyono, 1991). Penderita diare berat akan mengeluarkan kuman melalui tinja, jika pembuangan tinja tidak baik dilakukan pada jamban yang tertutup, maka berpotensi sebagai sumber penularan.

Penularan secara tidak langsung
Penyakit diare dapat juga ditularkan secara tidak langsung melalui air. Air yang tercemar kuman, bila digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa direbus atau dimasak terlebih dahulu, maka kuman akan masuk ke tubuh orang yang memakainya, sehingga orang tersebut dapat terkena diare (Suharyono, 1991).

Penularan penyakit diare dapat terjadi antara lain melalui: air yang terkontaminasi oleh bakteri, makanan yang terkontaminasi bakteri, melalui vektor penyakit, melalui tangan yang kontak dengan bakteri, dan melalui tanah yang terkontaminasi.

Faktor risiko yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit diare adalah:
  • Sarana air bersih, adalah semua sarana air bersih yang dipakai sebagai sumber air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat, yang perlu diperhatikan antara lain; Kualitas jumlah air yang digunakan oleh masyarakat, kuantitas (jumlah) air, serta jenis sumber air bersih yang digunakan.
  • Pembuangan kotoran, berupa jamban yang dipergunakan oleh masyarakat yang memenuhi syarat antara lain: kotoran manusia tidak mencemari lingkungan, kotoran manusia tidak mencemari air dan tanah, tidak terjamah oleh manusia dan vektor.
  • Pembuangan air limbah, limbah berasal dari industri, rumah tangga yang memenuhi persyaratan antara lain: tidak mencemari air permukaan dan tanah dan tidak menjadi sarang vektor.
  • Pembuangan sampah, yaitu pengelolaan sampah yang tidak memenuhi persyaratan.
  • Kandang ternak, kandang ternak diharapkan memenuhi syarat, antara lain: tidak menjadi satu dengan rumah, aliran limbah dari kandang tidak mencemari air permukaan, pembuangan kotoran yang baik.
Epidemiologi Diare
Diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan di negara berkembang. Di Negara berkembang, pada tahun 2000 ada 1,3 juta balita meninggal akibat diare yang disebabkan persediaan air yang tidak bersih, sanitasi dan hygiene yang jelek. Diare yang sering terjadi pada anak balita bersifat akut yaitu berlangsung 3-5 hari, akan tetapi kira-kira 5-15% kejadian diare berlangsung selama 2 minggu atau bahkan lebih dan menetap menjadi diare persisten.

Tuesday, March 12, 2013

Jamban Keluarga

Pengertian dan Konstruksi Jamban Sehat

Toilet Sehat
Kotoran manusia (tinja) adalah segala benda atau zat yang dihasilkan sebagai sisa metabolism tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dikeluarkan untuk dibuang. Dalam kesehatan lingkungan sisa metabolisme tubuh manusia berupa tinja dan air seni merupakan bahan buangan yang harus diperhatikan, karena memiliki karakteristik yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Lebih dari 50 jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun mikroorganisme yang lain ditularkan dan bersumber pada tinja orang sakit ke mulut orang lain. Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit yang bersumber pada tinja, maka diperlukan tempat pembuangan tinja yang baik dan memenuhi syarat kesehatan.

Hasil studi WHO (2007) memperlihatkan bahwa intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45%.

Menurut Soeparman dan Suparmin (2002), jamban keluarga merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Jamban yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Persyaratan jamban sehat adalah kotoran manusia tidak mencemari air bersih dan permukaan, kotoran manusia tidak dapat dijamah oleh lalat dan binatang, jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu dan terdapat air bersih. Pembuatannya murah, mudah digunakan dan dipelihara. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar, selain dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman dan sayur-sayuran, juga air, tanah, serangga (lalat, kecoa) dan bagian-bagian tubuh dapat terkontaminasi oleh tinja. Masalah pembuangan tinja manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi dari segi kesehatan masyarakat. Tinja manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks, penyebaran penyakit dapat melalui berbagai macam cara, salah satunya melalui vektor penular penyakit.

Tinja manusia ditinjau dari kesehatan lingkungan merupakan masalah penting karena jika pembuangan tidak baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan yang akan berpengaruh kepada manusia. Untuk menghindari gangguan kesehatan lingkungan tersebut, hendaknya setiap rumah memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Jenis jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti jarak jamban dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter akan menyebabkan air kotoran tinja akan merembes ke sumber air bersih, menyebabkan mikroorganisme penyebab diare yang terkandung dalam tinja akan mengikuti rembesan aliran air tersebut. Kondisi ini berperan dalam penularan penyakit diare.

Kondisi jamban yang bebas vektor akan mengurangi atau menghilangkan kontaminasi tinja akibat serangga atau vektor penular penyakit. Kondisi jamban yang tidak baik (tidak bebas vektor) dapat mengundang serangga atau vektor lain hinggap dan bersarang. Serangga atau vektor penular penyakit dapat berpindah dari jamban ke tempat lain seperti rumah tangga atau tempat penyimpanan makanan sehingga mengkontaminasi makanan yang akan dikonsumsi yang pada akhirnya dapat menularkan kuman penyakit.

Pembangunan jamban sebagai tempat penampungan pembuangan tinja manusia, perlu dipertimbangkan kondisi giologi lapisan tanah yang ada disuatu wilayah berkaitan dengan daya resap lapisan tanah. Menurut Soeparman dan suparmin (2002), jarak penyebaran pencemaran bakteri dari tempat penampungan tinja sesuai dengan arah aliran air tanah dapat mencapai 11 meter, sedangkan penyebaran bahan kimia dapat mencapai 95 meter dari sumbernya. Penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang jauh dari muka air tanah adalah 3 meter dengan lebar sekitar 1 meter. Berdasarkan hal ini maka syarat jarak lokasi jamban dari sumber air bersih minimal adalah 10 meter, pada daerah miring, posisi diusahakan sedapat mungkin lebih rendah dari sumber air, apabila lebih tinggi jaraknya minimal 15 meter, apabila tanahnya pasir jarak minimal 7,5 meter. Maka lokasi jamban sebaiknya diletakkan di bawah sumber air bersih.

Selain lokasi jamban, konstruksi jamban juga perlu diperhatikan agar dapat memberikan rasa aman, nyaman bagi pengguna serta dari segi estetika tidak mengganggu sehingga dapat merangsang masyarakat untuk membangun jamban yang memenuhi syarat dan mempergunakannya dengan baik.

Wednesday, February 20, 2013

Sanitasi Rumah dan Penyakit Berbasis Lingkungan


Peranan Rumah Terhadap Penyakit Berbasis Lingkungan


Menurut Krieger dan Higgins (2002), sanitasi rumah yang kurang baik dikaitkan dengan tingginya berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit infeksi pernapasan, asma, keracunan timah, penyakit kronik dan perkembangan mental anak. Sedangkan menurut Ryadi (1984), environmental sanitation merupakan suatu usaha kesehatan yang membatasi terhadap semua usaha yang bertujuan untuk mengadakan pencegahan ataupun penolakan terhadap faktor-faktor hidup yang dapat menumbuhkan suatu penyakit secara epidemiologis.

Sarana sanitasi yang perlu diperhatikan sebagai standar rumah sehat diantaranya terkait dengan ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air bersih

Menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1989, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Oleh karena itu keberadan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.

Menurut Sutomo (1997), pengaruh lingkungan hidup terhadap kesehatan manusia sangatlah kompleks. Peranan faktor lingkungan dalam menimbulkan penyakit dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :
  • Sebagai predisposing faktor, artinya berperan dalam menunjang terjangkitnya penyakit.
  • Sebagai penyebab penyakit secara    langsung.
  • Sebagai media transmisi penyakit.
  • Sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit
Berdasarkan peran tersebut, maka diperlukan suatu usaha untuk mencapai kondisi optimal sanitasi lingkungan. Menurut Azwar (1979), sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap pelbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Jadi lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap pelbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari.

Rumah sehat menurut Sanropie dkk. (1991), dikatakan sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna, baik fisik, rohani maupun sosial.

Persyaratan Rumah Sehat
Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis
  1. Atap dan loteng: Atap berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin, hujan dan panas, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara (debu, asap dan lain-lain).  Atap dari alang-alang, jerami, daun-daun lainnya serta dari ijuk sebaiknya tidak digunakan lagi, karena atap dari bahan tersebut akan mudah terbakar, disamping disenangi serangga dan burung untuk berlindung atau bersarang. Atap dari genting adalah bahan yang paling baik karena bersifat sebagai isolator, sejuk di musim panas dan hangat di musim hujan. Loteng berfungsi sebagai penahan panas dan debu yang meresap/menembus atap-atap melalui celah-celah atap serta berfungsi sebagai penutup pemandangan yang tidak menyenangkan dari atap bagian dalam (Lubis, 1989; Sanropie dkk., 1991). Tidak ada ketentuan yang pasti tentang tinggi loteng dari lantai. Biasanya sudah cukup menyenangkan bila tingginya tidak kurang dari 21/4 meter (Lubis, 1989; Sanropie dkk., 1991).
  2. Dinding: Dinding berfungsi sebagai pendukung/penyangga atap dan melindungi ruangan rumah dari gangguan/serangan hujan dan angin, juga untuk melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Dinding dari bahan kayu dan bambu tahan terhadap segala cuaca (tidak mudah rusak/lapuk), namun dinding dari kayu atau bambu umumnya mudah terbakar (Lubis, 1989; Sanropie dkk., 1991). Dinding dari batu (pasangan batu/bata) adalah bahan dinding rumah yang paling baik karena bahan dari batu tahan terhadap api (Sanropie dkk., 1991).
  3. Lantai: Lantai dari tanah sebaiknya tidak dipergunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang tegel, teraso dan lain-lain). Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah (Lubis, 1989; Sanropie dkk., 1991)
  4. Jendela: Jendela berfungsi sebagai lubang masuk-keluarnya angin/udara dari luar ke dalam dan sebaliknya, serta sebagai lubang masuknya cahaya dari luar. Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas 10- 20% dari luas lantai. Apabila luas jendela melebihi 20% dapat menimbulkan kesilauan dan panas, sebaliknya kalau terlalu kecil dapat menimbulkan suasana gelap dan pengap (Sanropie dkk., 1991). Kurangnya pencahayaan juga akan mempengaruhi kenyamanan dan produktifitas seseorang (Sanropie dkk., 1991; Lubis, 1989).
  5. Ventilasi: Ventilasi ialah suatu usaha untuk memelihara kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Udara yang dikeluarkan waktu ekspirasi dengan cepat akan berdifusi dengan udara di luar, sehingga perubahan komposisi udara atmosfer tidak akan dipengaruhi, dan yang kedua oleh karena tumbuh-tumbuhan mengambilnya pula (Lubis, 1989). Luas ventilasi secara keseluruhan minimal 20% atau 1/5 luas jendela. Sedangkan luas keseluruhan jendela biasanya 10-15% dari luas lantai rumah. Sebaiknya jarak lubang angin dari loteng tidak lebih dari 15 cm, sehingga udara panas di bagian atas kamar mudah bertukar dengan udara luar (Lubis, 1989). Menurut Sanropie dkk. (1991), temperatur udara dalam ruangan sebaiknya lebih rendah paling sedikit 40C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 220C- 300C sudah cukup segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m3/orang/jam, kelembaban udara berkisar 60% optimum. Untuk itu, diperlukan adanya ventilasi yang baik.
  6. Pencahayaan: Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia (Lubis, 1989., Sanropie dkk., 1991). Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam (Sanropie dkk., 1991).  Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi (Sanropie dkk., 1991). Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman-kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan cahaya untuk penerangan alami sangat ditentukan oleh letak dan lebar jendela (Sanropie dkk., 1991).
b. Memenuhi kebutuhan psikologis
  1. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni.
  2. Tempat tinggal berada di sekitar tetangga yang memiliki status ekonomi yang relatif sama.
  3. WC dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya (Sanropie dkk., 1991).
  4. Ketentuan-ketentuan tentang privasi yang cukup bagi setiap individu.
  5. Kebebasan dan kesempatan bagi setiap keluarga yang normal.
  6. Kebebasan dan kesempatan hidup bermasyarakat.
  7. Fasilitas-fasilitas yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan tanpa penyebab kelelahan fisik dan mental.
  8. Fasilitas-fasilitas untuk meempertahankan kebersihan rumah dan lingkungan (Lubis, 1989).
c. Mencegah penularan penyakit

1.    Penyediaan air: 
Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Melalui penyediaan air bersih, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, maka penyebaran penyakit menular, dalam hal ini penyakit perut diharapkan dapat ditekan seminal mungkin (Sutrisno dan Eni, 1987). Bagi manusia kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena sekitar 73% zat penyusun tubuh manusia adalah air. Jika tubuh tidak cukup dapat air atau kehilangan sekitar 5% berat badan, dapat membahayakan kehidupan orang tersebut (dehidrasi) (Azwar, 1979).

Sedangkan syarat-syarat air minum, antara lain meliputi  :
  1. Syarat fisik: Air yang sebaiknya digunakan untuk minum adalah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara (sejuk ± 250C) (Azwar 3, 1979).
  2. Syarat bakteriologis: Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri golongan coli melebihi batas-batas yang ditentukan (Sutrisno dan Eni, 1987).Bakteri E.coli digunakan sebagai parameter apakah air minum bebas bakteri atau tidak karena pada umumnya bibit penyakit ini ditemui pada kotoran manusia dan secara relatif lebih sukar dimatikan dengan pemansan air (Azwar 3, 1979)
  3. Syarat kimia:
Oleh karena itu, setiap rumah diharapkan memiliki sumber air sendiri, dengan ketentuan :
  1. Mempunyai sumur sendiri yang memenuhi kesehatan, tidak tercemar oleh air dari WC atau air limbah. Air yang diminum hendaknya air yang dimasak.
  2. Sistem perpipaan dijaga jangan sampai bocor sambungan atau pipanya, sehingga tidak terjadi cross connection (tersedotnya air dari luar pipa) dan tercemar oleh air dari tempat lain (Sanropie dkk., 1991).
2)    Pembuangan tinja
  • Tinja ialah segala benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dikeluarkan untuk dibuang (Azwar 3, 1979). Tinja manusia selalu dipandang sebagai benda yang membahayakan bagi kesehatan, karena tinja merupakan sumber penularan penyakit perut. Di dalam kotoran manusia terdapat berbagai macam bibit penyakit perut, misalnya thypus abdominalis, kholera, dysentri dan amubawi serta berbagai macam cacing (Soemardji, 1989).
  • Untuk mencegah pen u laran dan penyebaran penyakit-penyakit tersebut, kotoran manusia harus dibuang menurut aturan-aturan tertentu (Soemardji, 1989). Usahakan tiap rumah memiliki jamban sendiri (di darat), selalu bersih dan tidak berbau (konstruksi leher angsa). Jaraknya cukup jauh dari sumber air dan letaknya di bagian hilir air tanah (Sanropie dkk., 1991).
3)    Pembuangan air limbah
Air limbah adalah air yang tidak dipakai (bekas pakai), meliputi semua kotoran yang berasal dari perumahan (dari kamar mandi, kamar cuci dan dapur), yang berasal dari industri-industri dan juga air hujan (Soemardji, 1989). Air dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci sebaiknya dialirkan ke parit. Usahakan agar tetap mengalir atau menyerap dalam tanah. Bisa dibuang ke dalam sumur peresapan, jangan sampai menggenang dan membusuk (Sanropie dkk., 1991).

Pengolahan air limbah pada dasarnya bertujuan untuk :
  • Melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman terjangkitnya penyakit. Hal ini mudah dipahami karena air limbah sering dipakai sebagai tempat berkembangbiaknya pelbagai macam penyakit.
  • Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari-hari, terutama jika sulit ditemukan air yang bersih (Azwar 3, 1979).

4) Pembuangan sampah


Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (Azwar 3, 1979; Sudarso, 1985), tetapi bukan yang biologis dan umumnya bersifat padat (Azwar 3, 1979). Secara umum, pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan mengakibatkan :
  • Tempat berkembang dan sarang serangga dan tikus.
  • Dapat menjadi sumber pengotoran tanah, sumber-sumber air permukaan tanah/ air limbah dalam tanah ataupun udara.
  • Dapat menjadi sumber dan tempat hadap dari kuman-kuman yang membahayakan kesehatan (Sudarso, 1985).
5) Bebas dari kehidupan tikus dan serangga
  • Dihindari adanya kehidupan serangga (lalat dan kecoa) karena dapat hinggap/mengotori makanan juga sebagai pembawa penyakit (penyakit perut).
  • Dihindari adanya kehidupan tikus karena selain dapat mengotori dan makan makanan manusia juga kutu/pinjal tikus dapat membawa penyakit pes (Sanropie dkk., 1991).
6) Bebas pencemaran makanan dan minuman (Sanropie dkk., 1991). d. Mencegah terjadinya kecelakaan
  1. Membuat konstuksi rumah yang kokoh untuk menghindari ambruk.
  2. Menghindari bahaya kebakaran.
  3. Mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan jatuh dan kecelakaan mekanis lainnya.
  4. Perlindungan terhadap electrical shock. 
  5. Perlindungan terhadap bahaya keracunan oleh gas.
  6. Menghindari bahaya-bahaya lalu-lintas kendaraan

Sunday, March 18, 2012

Pemanasan Global dan dampaknya terhadap Kesehatan


Dampak Global Warming  Pada Kesehatan

Sebagian besar kita, sudah mengetahui bahkan mungkin mengamati dan merasakan perubahan lingkungan di sekitar kita. Beberapa perubahan ini dapat kita rasakan, terkait perubahan musim yang tidak menentu, berbagai bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah bumi, juga terjadinya out break penyakit atau timbulnya penyakit menular yang sudah lama menghilang, dan lain lain.  Masih banyak kejadian dan fenomena lain yang terjadi di bumi kita, dan sebagian ahli dan media massa selalu mengaitkan itu dengan pemanasan global. Tulisan berikut mencoba mengurai fenomena pemanasan global dan beberapa aspek dan implikasinya pada kesehatan.

Pemanasan global atau global warming, adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Menurut kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Perdebatan masih berlangsung serius terkait pemanasan global ini. Perdebatan khususnya terkait dengan usaha mencapai kesepakatan global mengenai tindakan dan langkah-langkah untuk mengatasi pemanasan global. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Walaupun sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca, namun beberpa negara penting penyumbang emisi terbesar, seperti Amerrika Serikat, belum bersepakat untuk menanda tanganinya.


 PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
Secara umum, penyebab pemanasan global terbagi menjadi tiga, yaitu efek rumah kaca, efek umpan balik, dan variasi matahari. Sebagaimana diketahui, segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Berdasarkan logika ini, maka pemanasan Global (Global Warming), terjadi disebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang antara lain disebabkan karena :
  • Bumi menyerap lebih banyak energi matahari, daripada yang dilepas kembali ke atmosfer (ruang angkasa). Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan emisi gas, serta menimbulkan peningkatan panas bumi dan pencairan kutub es
  • Pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya)
  • Penghasil terbesar emisi zat karbon adalah adalah negeri-negeri industri, hal ini dikarenakan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan;
Pemanasan global merupakan peningkatan secara gradual dari suhu permukaan bumi yang sebagian disebabkan oleh emisi dari zat-zat penecmar seperti karbondioksida (CO2), metan (CH4) dan oksida nitrat (N2O), serta bertanggungjawab terhadap perubahan dalam pola cuaca global. Karbondioksida dan zat pencemar lanilla berkumpul di atmosfer membentuk lapisan yang tebal menghalangi panas matahari dan menyebabkan pemanasan planet dengan efek gas rumah kaca.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

Sedangkan penyebab pemanaan global karena faktor efek umpan balik dapat dijelaskan, bahwa efek umpan balik terjadi karena awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Awan juga akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Pemanasan global merupakan fenomena yang kompleks, dan dampak sepenuhnya sangat sulit diprediksi. Namun, setiap tahunnya para ilmuawan makin banyak belajar tentang bagaimana pemanasan global tersebut mempengaruhi planet, dan banyak diantara mereka setuju bahwa konsekuensi tertentu akan muncul jika kecenderungan pencemaran yang terjadi saat ini berlanjut, diantaranya adalah:
  • Peningkatan permukaan laut yang disebabkan oleh mencairnya gunung es akan menimbulkan banjir di sekitar pantai;
  • Naiknya temperatur permukaan air laut akan menjadi pemicu terjadinya badai terutama di bagian tenggara atlantik
  • Rusaknya habitat seperti barisan batu karang dan pegunungan alpen dapat menyebabkan hilangnya berbagai hayati di wilayah tersebut Baru-baru ini, dalam pernyataan akhir tahunnya, Pelangi, satu institusi yang memfokuskan diri dalam penelitian dan mitigasi perubahan iklim menyebutkan bahwa suhu permukaan bumi di sebagian besar wilayah Indonesia telah meningkat antara 0.5 – 1 derajat Celsius dibandingkan pada temperature rata-rata antara tahun 1951 – 1980, yang mana peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca. 


Pemanasan global merupakan hal yang tidak terbantahkan lagi dan dapat menimbulkan dampak yang sangat mengerikan. Laporan tersebut menyebutkan manusia sebagai biang utama pemanasan global. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70% antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. 

Rata-rata temperatur global telah naik 0,72 derajat Celcius dalam 100 tahun terakhir. Permukaan air laut naik rata-rata 0,175 cm setiap tahun sejak 1961. (Laporan terakhir Panel PBB untuk Perubahan Iklim atau United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) di Valencia, 19 November 2007
Menurut Antara News (2007), sedikitnya 23 pulau tidak berpenghuni di Indonesia tenggelam dalam 10 tahun terakhir akibat pemanasan global. Diperkirakan pada 2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 pulau dari sekitar 18 ribu pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut. Pulau Maladewa di India, Vanuatu dan beberapa pulau lainnya juga dikhawatirkan akan mengalami nasib yang sama akibat pemanasan global.

PENGARUH PEMANASAN GLOBAL TERHADAP PADA KESEHATAN
1.      Pemanasan global tak hanya berdampak serius pada lingkungan manusia di bumi namun juga terhadap kesehatan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam pertemuan tahunan di Genewa mengatakan bahwa berbagai penyakit infeksi yang timbul diidentifikasi terkait dengan perubahan lingkungan hidup yang drastis. Kerusakan hutan, perluasan kota, pembukaan lahan untuk pertanian, pertambangan, serta kerusakan ekosistem di kawasan pesisir memicu munculnya patogen lama maupun baru. Berbagai penyakit yang ditimbulkan parasit juga meningkat terutama di wilayah yang sering mengalami kekeringan dan banjir.
  • Malnutrisi mengakibatkan kematian 3,7 juta jiwa per tahun, diare mengakibatkan kematian 1,9 juta jiwa, dan malaria mengakibatkan kematian 0,9 juta jiwa.
  • Suhu yang lebih panas juga berpengaruh pada produksi makanan, ketersediaan air dan penyebaran vektor penyakit. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa pemanasan global (global warming) akan banyak berdampak bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Perubahan temperatur dan curah hujan yang ditimbulkan memberikan kesempatan berbagai macam virus dan bakteri penyakit tumbuh lebih luas. WHO mengatakan, selain virus dan bakteri penyakit berkembang pesat, secara tidak langsung pemanasan global juga dapat menimbulkan kekeringan maupun banjir.
  • Kekeringan mengakibatkan penurunan status gizi masyarakat karena panen yang terganggu, Banjir menyebabkan meluasnya penyakit diare serta Leptospirosis.
  • Kebakaran hutan, dapat mengusik ekosistem bumi, menghasilkan gas-gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global. Sedangkan asap hitamnya menganggu secara langsung kehidupan manusia, Asap yang mengandung debu halus dan berbagai oksida karbon itu menyebabkan gangguan pernapasan dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), mulai asma, bronkhitis hingga penyakit paru obstruktif kronis (COPD). Asap tersebut juga membawa racun dioksin yang bisa menimbulkan kanker paru dan gangguan kehamilan serta kemandulan pada wanita.
  • Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
  • Dampak pemanasan global juga mempengaruhi penipisan ozone antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet yang mencapai permukaan bumi menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, seperti kanker kulit, katarak, penurunan daya tahan tubuh, dan pertumbuhan mutasi genetik., memperburuk penyakit-penyakit umum Asma dan alergi  Meningkatkan kasus-kasus kardiovaskular, kematian yang disebabkan penyakit jantung dan stroke serta gangguan jantung dan pembuluh darah
2. Pemanasan global juga menyebabkan musim penyerbukan berlangsung lebih lama sehingga meningkatkan resiko munculnya penyakit yang ditimbulkan oleh kutu di wilayah Eropa Utara. Peyakit lain yang teridentifikasi adalah lyme, yang disebabkan oleh semacam bakteri di Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Gejalanya berupa sakit kepala, kejang, dan nyeri sendi. Penyakit itu berpindah melalui gigitan sejenis kutu rusa yang yang telah terinfeksi lyme. Bakteri yang sama juga benyek ditemukan pada tikus. Dampak lain yang terasa adalah nyamuk-nyamuk semakin berkembang biak erutama di Afrika dan Asia. Dua penyakit serius akibat gigitan nyamuk, yaitu malaria dan demam berdarah dengue, sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Di Indonesia kita sudah merasakannya langsung, yakni tingginya angka korban yang menderita demam berdarah.
Pemanasan global mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat, sehingga jumlah populasi akan cepat sekali naik. Tentang keterkaitan pemanasan global dengan peningkatan vektor demam berdarah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Udara panas dan lembab itu paling cocok buat nyamuk malaria (Anopheles), dan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). Dulu, jenis kedua nyamuk penebar maut ini lebih sering muncul di musim pancaroba, transisi antara musim hujan dan kemarau.
  • Kini rentang waktu serangan kedua serangga itu hampir di sepanjang tahun. Udara panas dan lembab berlangsung sepanjang tahun, ditambah dengan sanitasi buruk yang selalu menyediakan genangan air bening untuk mereka bertelur. Maka, kini virus malaria yang dibawa Anopheles dan virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti dapat menyerang sewaktu-waktu secara ganas.
  • Akibat pemanasan global, siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) di tubuh nyamuk Aedes aegyti dan siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Malaria di tubuh nyamuk Anopheles menjadi lebih pendek dan Masa inkubasi kuman lebih singkat. Populasi mereka lebih mudah meledak. Akibatnya, kasus demam berdarah lebih mudah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
  • Karena itu, upaya pencegahan penyakit harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya menangani penyakitnya saja, tetapi "Faktor lingkungan fisik dan biologis harus pula dikendalikan dengan cara memodifikasi lingkungan agar vektor malaria dan demam berdarah tak bisa berkembang biak,“
3.      WHO juga menyebutkan ancaman lain dari meningkatnya suhu rata-rata global, yakni penyakit yang menyerang saluran pernapasan. "Gelombang panas menyebabkan jumlah materi dan debu di udara meningkat," kata Bettina Menne, anggota WHO divisi Eropa. Suhu udara yang semakin hangat juga membawa penyakit alergi. Kenaikan permukaan air laut akan mengakibatkan banjir dan erosi, terutama di kawasan pesisir, dan mencemari sumber-sumber air bersih. Akibatnya adalah wabah kolera dan malaria di negara miskin. Wilayah di Asia selatan, terutama Bangladesh disebut sebagai wilayah yang paling rawan karena berada di dataran rendah dan sering mengalami banjir. Mencairnya puncak es Himalaya, luasnya daerah gurun pasir dan wilayah pesisir pantai yang tercemar merupakan sarana penularan penyakit, hal ini juga menyebabkan angka kekurangan gizi pada anak-anak. (Article source : Reuters).
4.      Ada 35 jenis penyakit infeksi baru yang timbul akibat perubahan iklim, diantaranya ebola, flu burung, dll penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia. Penyakit yang paling rentan terjadi di Indonesia, menurut adalah penyakit degeneratif dan penyakit menular. Hal ini dapat dengan cepat berkembang pada masyarakat yang kondisi gizi kurang baik dan kondisi kesehatan lingkungan yang kurang memadai. (Dr. Wan Alkadri, Msc.)
Beberapa informasi diatas diharapkan dapat menjadi pembelajaran kita bersama.Minimal kita mengetahui kondisi sebenarnya dari bumi yang kita tampati ini. Kita dapat memulai beberapa kegiatan kecil untuk menyelamatkan bumi. Dengan masalah utama pada penggunaan bebeapa bahan bakar yang dapat menyebabkan atau sebagai pencetus efek rumah kasa, maka kegiatan kecil kita dapat kita mulai dari sini.
  
Referensi : Agoes, Ridad., 1998,  Pemanasan Global dan Antisipasi Dampaknya Pada Perubahan Pola Sebar Penyakit Menular., Manusia, Kesehatan dan Lingkungan.

Tuesday, February 14, 2012

Lalat Vektor Penyebar Penyakit


Jenis dan Bionomik Lalat

Keberadaan lalat sebagai vektor penyebaran berbagai penyakit berbasis lingkungan, saat ini sudah sedemikian dikenal di dunia kesehatan masyarakat. Berikut beberapa informasi yang penting diketahui terkait lalat dan peran dalam penyebaran penyakit.

Berbagai macam genus lalat yang penting antara lain adalah Musca (berbagai jenis lalat rumah), Chrysomya (berbagai jenis lalat hijau) dan Sarcophaga (berbagai jenis lalat daging) Lalat rumah atau Musca domestica banyak dijumpai di Indonesia, terutama di tempat-tempat jorok dan daerah yang berdekatan dengan tempat pembuangan sampah .

Lalat tergolong ke philum Artropoda, sub phylum Mandibulata, kelas Insekta, ordo Diphtera, subordo Cyclorrhapha, yang anggotanya lebih dari 116.000 spesies di seluruh dunia. Berbagai jenis genus yang penting antara lain adalah Musca (jenis lalat rumah), Chrysomya (jenis lalat hijau) dan Sarcophaga (jenis lalat daging)

Lalat Rumah (Musca domestica)
Lalat rumah berukuran sedang, panjangnya 6-7,5 mm, berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang pada bagian punggung. Mata lalat betina mempunyai celah lebih lebar dibandingkan lalat jantan (lihat Gambar 1). Antenanya terdiri atas 3 ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder dan memiliki bulu pada bagian atas dan bawah

Bagian mulut atau probosis lalat seperti paruh yang menjulur digunakan untuk menusuk dan menghisap makanan berupa cairan atau sedikit lembek. Bagian ujung probosis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang dilengkapi dengan saluran halus disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap.

Sayapnya mempunyai empat garis (strep) yang melengkung ke arah kosta/rangka sayap mendekati garis ketiga. Garis (strep) pada sayap merupakan ciri pada lalat rumah dan merupakan pembeda dengan musca jenis lainnya. Pada ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang


bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Pulvilus tersebut memungkinkan lalat menempel atau mengambil kotoran pada permukaan halus kotoran ketika hinggap di sampah dan tempat kotor lainnya.

Lalat rumah berkembang biak dalam kotoran dari semua jenis dan seringkali sangat banyak. Pada daerah tropis, lalat rumah membutuhkan waktu 8- 10 hari pada suhu 300 C dalam satu siklus hidupnya, dari telur, larva, pupa dan dewasa (Sigit dan Hadi, 2006). Lalat ini dapat menularkan berbagai macam penyakit menular baik secara langsung maupun melalui perantara lainya. Adapun penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat diantaranya penyakit: Kolera, cacar, tyfus, poliomyelitis, dan disentri.

Lalat Hijau (Chrysomya megacephala)
Lalat Hijau
Lalat hijau berukuran dari sedang sampai besar, dengan warna hijau, abu­abu, perak mengkilat. Biasanya lalat ini berkembang biak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah yang mengandung kotoran hewan (lihat Gambar 2). Lalat ini jarang berkembang biak di tempat kering atau bahan buah-buahan. Beberapa jenis juga berkembang biak di tinja dan sampah hewan. Lainnya bertelur pada luka hewan dan manusia.

Lalat jantan berukuran panjang 8-14 mm, mempunyai mata merah besar. Ketika populasinya tinggi, lalat ini akan memasuki dapur, meskipun tidak sesering lalat rumah. Lalat ini banyak terlihat di pasar ikan dan daging yang berdekatan dengan kakuss. Lalat ini dilaporkan juga membawa telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yang menempel pada bagian luar tubuhnya.

Lalat Daging (Sarcophaga spp)
Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 5,5-6 mm panjangnya. (lihat Gambar 3). Lalat ini mempunyai 3 garis gelap pada bagian punggung dan perutnya mempunyai corak seperti papan catur.

Lalat Daging
Lalat ini mengeluarkan larva hidup pada tempat perkembangannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayur-sayuran yang sedang membusuk. Tahap larva berlangsung beberapa hari, kemudian keluar dari tempat makannya ke daerah yang lebih kering.

Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari. Lalat ini umum ditemukan di pasar dan warung terbuka, pada daging, sampah dan kotoran, tetapi jarang memasuki rumah. Lalat ini dilaporkan juga membawa telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.

Article Source :
  • Sigit, S.H, Hadi, U.K. 2006. Hama Pemukiman Indonesia, Pengenalan, Biologi dan Pengendalian, Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor
  • Boror, D.J, Triplehorn, C.A, Johnson. 1994. Pengenalan Pelajaran Serangga, Partosoedjono, S. Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.



Wednesday, February 2, 2011

Perumahan dan Rumah sehat


Sanitasi Lingkungan Rumah dan Perumahan
 
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1996).

Kesehatan lingkungan merupakan aspek kesehatan masyarakat yang terkait dengan cara hidup, bahan kimia, dan tekanan yang ada di sekeliling manusia yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraannya termasuk orang lain di sekelilingnya yang berperan dalam menentukan kualitas kesehatan lingkungan (Purdon, 1971).

Higiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 1991).

Menurut Blum, derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan dan perilaku mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, biologik dan sosio-kultural. Faktor perilaku antara lain higiene perseorangan (personal hygiene).

Rumah Sehat
Peranan faktor lingkungan dalam menimbulkan penyakit dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu sebagai faktor predisposisi atau penunjang terjadinya penyakit, penyebab penyakit secara langsung, sebagai media transmisi, dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit (Azwar, 1996).

Interaksi antara faktor lingkungan (environment), pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent) telah sangat kita pahami interaksi dan bukti ilmiahnya. Beberapa penelitian antara lain membuktikan kondisi ini, sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa tempat pembuangan tinja yang tidak sanitair akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan dengan yang sanitair (Wibowo dkk, 2004).


Perumahan Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal, berlindung dari gangguan iklim dan mahluk lain. Rumah yang sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi bagi penghuninya untuk berkarya sehingga dapat meningkatkan produktifitasnya.

Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan beberapa jenis penyakit, seperti diare, ISPA, malaria, TB Paru, demam berdarah, pes dan lain-lain. Faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan, antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban ruang, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah dan perilaku penghuni dalam rumah.

Upaya pengendalian faktor risiko lingkungan perumahan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut di atas, yaitu dengan membangun rumah yang memenuhi syarat­syarat kesehatan. Secara umum persyaratan rumah sehat sebagai berikut (Candra, 2005, Depkes RI, 2005):
  1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, antara lain pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup dan terhindar dari gangguan kebisingan.
  2. Memenuhi kebutuhan psikologis, antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dalam rumah.
  3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit, antara lain penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
  4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, antara lain persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung menimbulkan kecelakaan bagi penghuninya.